.do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none; }

Senin, 19 Agustus 2013

CINTA BISA MENGERTI





                Sejenak aku memandang,, bayang-bayang kenangan menerpa kepenjuru arah,, menyajikan sebuah impian yang tak bisa diwujudkan. Ketika itu, cinta menjadi berarti untuk bisa dimengerti..


Siang yang terik memaksa anak-anak sekolah untuk menemaninya pulang. Seperti biasanya, aku.. Rere, begitu sapaanku mengharapkan bisa pulang dengan Evan, yupz,, pacarku. Tetapi seperti biasanya pula, keinginanku untuk pulang bareng dengannya harus pupus. Sedikit kecewa sih, tapi aku memakluminya kok, karena Evan masih ada extra olahraga basket. Evan merupakan salah satu pemain inti dan juga pemain andalan disekolahku. Suatu kebanggan bagiku bisa memiliki Evan yang notabennya popular disekolah. Dan aku sangat bahagia menjadi salah satu bagian dari hidupnya Evan, walau pun aku jarang berkomunikasi dengannya.

                “Rere.. tunggu aku..!!” teriak Sandra sahabatku dari kejauhan
                “Buruan bisnya mo dateng thu”
                “Buru-buru amat neng,,” katanya sambil ngos-ngosan
                “Ya mo nunggu apalagi coba? Udah jam pulang kok”
                “Ya nunggu pacar kamulah”
                “Dy lagi ada extra basket San,,”
                “Slalu aja gitu alasannya,,, eh tau ga Re, aku tadi liat Evan boncengan sama Nita thu” suara Sandra dengan yakin
                “Pasti gak percaya kan?” imbuhnya lagi
                “Kan rumahnya searah San, sapa tau Nita nebeng bonceng”
                “Nah elo kan juga searah jalannya kali Re ma rumah Evan, kenapa dy g milih boncengin elo aja, sebagai pacarnya!!  kayak gitu kamu masih gak curiga?? Oh OMG Rere,, capek gue ngasih tau loe”
                “Makasih Sandraku sayang, tapi aku percaya Evan kok. Kalo dy orangnya g kayak gt”
                “Terserahlah loe lah..”

Sandra memang begitu, selalu ngompor-ngomporin aku untuk putus dengan Evan, dengan segala tingkahnya. Seberapa seringnya Evan boncengan dengan cewek lain disekolah. Tak hanya itu, aku juga sering mendengar Sandra ngomong kejelekan-kejelekan Evan lainnya. Walau pun masuk akal tapi aku lebih percaya dengan Evan sang pencuri hatiku. Aku mempunyai keyakinan yang kuat kalo Evan orangnya baik. Meski hatiku terasa sakit dan juga berkata cemburu setiap kali dapat kabar jelek dari sahabatku sendiri.


...#...


Evan memang terkenal sabagai orang pembuat onar disekolah. Hari ini Sandra ngasih tahu ke aku lagi, kalo Evan pamer motor Ninjanya didepan ruang guru. Gila gak thu, seperti ajang arena kampanye pemilihan presiden saja. Jelas saja  Evan langsung dibawa kekantor BP.  Begitu banyak masalah yang Evan perbuat sampai tidak bisa dihitung karena saking banyaknya. Yang dia andelin hanyalah prestasi main basketnya saja, selebihnya tidak ada. Aku pun sekali lagi harus menyelamatkan nama baik Evan. Ya, karna dia pacarku.  Kalo enggak Evan akan diskors, dan itu akan membuat aku menjadi sedih. Sekali lagi pula Evan selamat. Berkat pembelaan dariku yang meyakinkan apalagi musti ngotot  dengan Guru Bpku agar Evan tidak dihukum. Karena aku merupakan anak yang berprestasi disekolah sehingga Guru BP pun percaya dan mau membebaskan Evan dari hukuman. Sebagai siswa teladan dan berprestasi, tidak sombong nih aku,, hehehe aku telah menyumbangkan 8 piala untuk sekolahanku dibidang ilmu pengetahuan. Sampai Guru BP heran kenapa aku selalu  membela Evan, padahal Guru BPku terkenal galak dan sadis. Dengan caraku, aku bisa merobohkan dinding pertahanan Guru Bpku itu. Alhasil aku bisa membuat Evan keluar dari hukuman. Meskipun ada resikonya, dan akulah yang harus menanggungnya.

Itulah keistimewaanku, cintanya Evan sudah begitu dalam masuk kedalam hatiku. Sehingga membuatku rela melakukan apa saja, Ya apa saja  untuk membuat Evan bahagia. Bukan berarti aku itu bertampang jelek,, ye enak aja, untuk masalah tampang aku ya,,  lumayanlah, gak jelek-jelek,  malah teman-temanku mengatakan kalo tampangku diatas rata-rata diantara teman dikelasku. Dengan kepintaran yang aku miliki, aku terlihat begitu dewasa sehingga banyak orang yang respect kepadaku.  Kurang lebih begitu gambaran sedikit tentang diriku.

Dikala aku merasa jenuh dengan tingkah Evan, kadang aku juga berfikir kenapa aku gak berpacaran saja dengan Arif, ketua Osis yang disegani karena wibawanya, begitu singkron dengan namannya atau paling tidak seperti Rio, yang terkenal disiplin dan juga pemimpin paskibraka, merupakan figure siswa terbaik disekolah. Atau  mungkin juga seperti Dimas meski tidak berprestasi paling tidak dia bukan siswa  pembuat ulah. Huft.. pikiranku yang kalut kadang berbicara jujur tapi entah mengapa aku begitu mudah memaafkan Evan. Apakah cinta  sejati seharusnya demikian? Aku tak tahu, yang aku tahu aku memang mencintainya.

Aku bukanlah sosok malaikat yang tidak pernah sakit hati karena ulah Evan, berkali-kali aku menahan sedihku untuk tidak menangis, ketika aku harus melihat Evan bermesraan dengan cewek lain. Tapi selang beberapa hari Evan akan membius diriku dengan membawakan sebuah surat, ya,, sebuah surat..  tapi, ini  bukanlah surat cinta, seperti yang didapat kebanyakan pasangan kekasih. Melainkan  surat yang aku terima adalah tugas-tugas hukumannya Evan, ya.. selalu aku mengerjakan. Aku begitu bahagia ketika dia menghampiriku, telihat manis disaat dia  memintaku untuk  mengerjakan tugasnya. Walau sekali lagi,  aku hanya mendapatkan ucapan terimakasih. Buatku, itu sudah membuatku merasa bahagia dan bangga bisa membantu kekasihku. Aku tidak pernah meminta imbalan apapun dari Evan, aku hanya ingin dia bisa selamanya bersamaku. Entah apakah menurut orang lain itu merupakan suatu kesenangan apa bukan. Aku sudah tidak perduli.


..#..


                Minggu ini aku sendiri lagi, ya.. ini bukanlah hal yang baru untukku. Hampir setaun aku pacaran dengan Evan, tapi hanya satu bulan pertama saja dia rajin apel (datang) kerumahku. Selebihnya aku bisa hitung dengan jari. Aku bisa memastikan Evan kerumahku, hanya untuk memintaku mengerjakan tugas hukumannya. Mulai dari membuat heboh kelas, dengan berantem sama kakak kelas, ketahuan nyontek waktu ulangan, ngempesin ban sepeda motor murid lain. Pokoknya ada aja masalah yang dia buat. Setelah itu Evan akan bilang kalo aku adalah pacar baik sambil memelukku sebentar. Senang bagiku Evan masih menganggap aku sebagai pacarnya, bagiku itu sudah cukup.  Meski pun aku tidak pernah tahu bagaimana pacaran yang sebenarnya.
                

..#..


                Seusai pelajaran ini, jam istirahat pertama yang membuat aku semakin malas mengikuti pelajaran selanjutnya. Apalagi kantuk yang amat terasa. Tiba-tiba Sandra datang mengaggetkanku dari arah samping tempat dudukku.

                “Dhaar!!!”
Aku yang menikmati kantukku manjadi terbangun gara-gara ulahnya
                “Ngalamun aja Re, ke kantin yuk” ajaknya
                “Bukan ngalamun tapi ngantuk San.. emnt loe mo naktir yak?” godaku sambil memainkan alis mata
                “yee ngarep,,  agak Lah.. oh ya BTW aku dapat kabar lagi tentang Evan, dan ini hot news Re”
                “Hmm Apaan” jawabku sekenanya
                “Ternyata tepat seperti dugaanku. Evan main belakang thu ma kamu. Dia pacaran ma Nita. Ini sudah menjadi perbincangan kali Re ma anak-anak lain. Udah jelas dia itu gak baik Re buat kamu!!”
“Sekali aja dengerin omongan aku kenapa seh Re?” imbuhnya kesel

Seperti biasanya responku hanya diam, bila berita itu tentang Evan. Sandra bak loper koran buatku. Setiap berita terbaru yang dia dapat langsung dia beritahu ke aku. Dan aku sebagai teman yang baik akan mendengarkan setiap omongan Sandra temanku yang bawel ini. Seperti kemaren nih, Sandra ngomongin Pak Herman tukang cukur yang berada disamping rumahnya. Potongan cukurnya membuat dia heboh, yang katanya mirip lapangan sepak bola indonesia . Gak rata. Hahaha.. kemarennya lagi dia ngomongin Tukang kebun sekolah yang celananya sobek, karena gak bisa turun dari pohon kelapa, katanya badannya kebesaran untuk menopang pohon kepalanya. Dan saat aku tanya apakah dia melihatnya? Dia jawab gak sengaja. Hmm ada-ada aja yang diomongin Sandra itu. Tapi masalahnya sekarang yang dia omongin tentang Evan yang membuat aku menjadi males buat ngedengerinya. Tapi semakin aku menghindar Sandra malah semakin menyudutkanku. 

                “Stop San, ngomongin orang yang belum pasti thu dosa lho”
                “Eh.. ini bukan belum pasti tapi emang udah pasti Re..”
                “Iya gitu?”
                “Yailah nie anak cuman bilang iya gitu doank? mang loe gak cemburu apa Re ma Evan? Loe knp she sebegitu percayanya ma dia? Atau jangan-jangan loe kena pelet ya?
                “Huush pelet apaan coba, oh ya aku mo nemui Evan dulu ya,”
                “Yah, malah melarikan diri,,, gak jadi kekantin nih?”
                “Gak!!” jawabku sambil berlalu pergi

Aku baru tersadar tugas hukuman Evan yang dia berikan kemaren belum dia ambil. Katanya gak sempat karena ada pertandingan basket. Dan akulah yang harus mengantarkan buku tugasnya. Setelah aku datang kekelasnya ternyata dia gak ada. Aku pun berinisiatif memberikan buku tugasnya nanti saja.
                Sepulang sekolah aku berniat untuk menemuinya karena aku tahu dia selalu pulang belakangan, dan aku gak tahu alasannya kenapa. Aku langkahkan kaki menuju kelasnya Evan. Sesampainya dikelas Evan, aku terdiam.. terpaku.. melihat Evan sedang berciuman dengan cewek lain. Dan cewek itu adalah Nita, yah seperti yang Sandra tadi bilang. Aku masih terdiam melihatnya.. Kupegang erat buku tugasnya Evan, sambil menguatkan kakiku biar gak terjatuh.  Aku mencoba menegarkankan hatiku. Aku adalah murid berprestasi, aku gak mau menangis karena pacarku selingkuh didepan mataku. Apalagi menangis didepan Evan. Aku adalah wanita yang istimewa tak perlu aku menangis..
 Aku menahannya sambil mengatur nafasku,,
 Aku memanggilnya..

                “Van..”
                Dia terkejut mendengar suaraku, sambil melepaskan ciumannya dengan Nita. Aku mendekatinya perlahan dengan kaki yang bergetar.
                “Ini tugasmu kemaren yang belum kamu ambil” aku menyerahkan bukunya ke Evan,
Seperti dia akan menahanku, dia menerima bukunya dengan wajah diam dan agak kaku
                “Ya dah itu aja.. aku pulang dulu ya..” kataku lagi sambil tersenyum sekenanya
                “Re.. makasih ya”  jawab Evan dengan wajah tertunduk
Aku kira dia akan meminta maaf karena ulahlah. Dan tebakanku salah. Aku pun menjawabnya lirih..
                “Iya,” sambil kutundukkan kepalaku dan berlalu pergi meninggalkan Evan dan Nita.

Tak sempat aku menatap bagaimana reaksi wajah Nita ketika aku datang. Aku hanya melihat Evan yang terlihat malu karena kaget. Aku mencoba mengalah untuknya. Aku  pun tidak menuntut Evan untuk meminta kejelasan hubunganku dengannya. Karena aku sudah mengetahuinya, hubungan ini sudah berakhir sebelum dia mengatakannya. Dulu aku menganggap dia bisa berubah, karena bagiku Evan adalah seorang pahlawan. Dia yang aku kagumi sejak SD, bagaimana dia selalu membelaku saat teman-teamnku mengejek hingga membuatku menangis. Evan akan datang dan mengusir teman-teman bandelku sambil menenangkan aku. Bahkan karena lamanya aku menangis, dia menungguku sampai aku berhenti menangis dengan sendirinya karena kelelahan. Pernah suatu ketika, aku jatuh dari sepeda karena belum terlalu bisa menaiki sepeda, aku menangis sejadinya karena lututku sakit, dia menghampiriku, menenangkan aku sambil menggendongku sampai kerumah. Dialah pahlawanku. Super hero yang selalu hadir ketika aku ada masalah. Dan aku sangat bahagia ketika Evan menyatakan cintanya kepadaku. Aku seperti bidadari yang sedang terbang kekahyangan. Merasa begitu bahagia yang tak terkira. Itulah alasanku mengapa aku selalu membelanya saat dia ada masalah. Selalu  mengatakan kepada Sandra kalo Evan adalah orang baik. Dan itu adalah alasanku mencintainya. Tapi ternyata sosok pahlawan yang dulu aku puja dan aku kagumi telah menghilang dari raganya. Aku seperti tersadar, bahwa pahlawanku, hanya ada dimasa kecilku. Dia sudah pergi menjadi sosok yang begitu menakutkan. Dulu aku kira aku tidak akan menangis lagi, karena kalo aku nangis Evan akan datang sambil mengatakan kepadaku,

“ Anak baik itu gak boleh cengeng”

 Dia yang dulu selalu menenangkan aku saat aku menangis, sekarang membuat aku menangis. Aku berjalan pulang  sambil menangis.. aku benci hari ini.



..#..


Setelah kejadian siang itu, aku tidak pernah ketemu dengan Evan. Dia juga tidak memintaku untuk mengerjakan tugas hukuman yang biasa dia perbuat, atau mungkin dia juga sudah tahu kalo aku juga gak mau lagi mengerjakan tugas hukumnnya lagi. Aku tak tahu. Aku juga tidak mendengar kabar dari Sandra kalo dia membuat ulah. Atau mungkin Nita sudah merubahnya, mungkin juga karena sudah kelas tiga. Aku semakin tidak tahu. Kegiatan yang sekarang aku jalani pun terasa asing, dulu setiap malam aku harus bergadang mengerjakan tugas-tugas hukuman dari Evan. Bahkan saking banyaknya tugas aku ketiduran dimeja belajar menjadi hal yang biasa buatku. Sekarang aku mulai tidur awal tanpa gangguan tugas dari Evan. Sambil membiasakan diri dengan  membiarkan Evan pergi dengan semua ulahnya dari hari-hariku kemaren.


Aku tidak mengerti kenapa dia berubah seperti itu. Dia tidak pernah bercerita dan curhat tentang dirinya kepadaku. Yang aku tahu dia membuat ulah dan akulah yang membebaskan hukumananya. Dan mulai sekarang aku parcaya dengan omongan Sandra bahwa Evan gak baik untukku. Aku mengira cinta bisa mengerti dan memahami, ternyata aku salah, cinta tidak bisa mengerti meski pun kita berkorban sekeras apapun itu, akan terasa percuma kalo ternyata kita mencintai orang yang salah...






Klaten, 27 juli 2013
Milla

Sumber.
Millarossa.blogspot.co.id









Tidak ada komentar:

Posting Komentar