Sejenak aku memandang,,
bayang-bayang kenangan menerpa kepenjuru arah,, menyajikan sebuah impian yang
tak bisa diwujudkan. Ketika itu, cinta menjadi berarti untuk bisa dimengerti..
Siang yang terik
memaksa anak-anak sekolah untuk menemaninya pulang. Seperti biasanya, aku.. Rere,
begitu sapaanku mengharapkan bisa pulang dengan Evan, yupz,, pacarku. Tetapi
seperti biasanya pula, keinginanku untuk pulang bareng dengannya harus pupus.
Sedikit kecewa sih, tapi aku memakluminya kok, karena Evan masih ada extra
olahraga basket. Evan merupakan salah satu pemain inti dan juga pemain andalan disekolahku.
Suatu kebanggan bagiku bisa memiliki Evan yang notabennya popular disekolah.
Dan aku sangat bahagia menjadi salah satu bagian dari hidupnya Evan, walau pun aku
jarang berkomunikasi dengannya.
“Rere..
tunggu aku..!!” teriak Sandra sahabatku dari kejauhan
“Buruan
bisnya mo dateng thu”
“Buru-buru
amat neng,,” katanya sambil ngos-ngosan
“Ya
mo nunggu apalagi coba? Udah jam pulang kok”
“Ya
nunggu pacar kamulah”
“Dy
lagi ada extra basket San,,”
“Slalu
aja gitu alasannya,,, eh tau ga Re, aku tadi liat Evan boncengan sama Nita thu”
suara Sandra dengan yakin
“Pasti
gak percaya kan?” imbuhnya lagi
“Kan
rumahnya searah San, sapa tau Nita nebeng bonceng”
“Nah
elo kan juga searah jalannya kali Re ma rumah Evan, kenapa dy g milih boncengin
elo aja, sebagai pacarnya!! kayak gitu
kamu masih gak curiga?? Oh OMG Rere,, capek gue ngasih tau loe”
“Makasih
Sandraku sayang, tapi aku percaya Evan kok. Kalo dy orangnya g kayak gt”
“Terserahlah
loe lah..”
Sandra memang begitu, selalu ngompor-ngomporin aku
untuk putus dengan Evan, dengan segala tingkahnya. Seberapa seringnya Evan
boncengan dengan cewek lain disekolah. Tak hanya itu, aku juga sering mendengar
Sandra ngomong kejelekan-kejelekan Evan lainnya. Walau pun masuk akal tapi aku
lebih percaya dengan Evan sang pencuri hatiku. Aku mempunyai keyakinan yang
kuat kalo Evan orangnya baik. Meski hatiku terasa sakit dan juga berkata
cemburu setiap kali dapat kabar jelek dari sahabatku sendiri.
...#...
Evan memang terkenal
sabagai orang pembuat onar disekolah. Hari ini Sandra ngasih tahu ke aku lagi,
kalo Evan pamer motor Ninjanya didepan ruang guru. Gila gak thu, seperti ajang
arena kampanye pemilihan presiden saja. Jelas saja Evan langsung dibawa kekantor BP. Begitu banyak masalah yang Evan perbuat
sampai tidak bisa dihitung karena saking banyaknya. Yang dia andelin hanyalah
prestasi main basketnya saja, selebihnya tidak ada. Aku pun sekali lagi harus
menyelamatkan nama baik Evan. Ya, karna dia pacarku. Kalo enggak Evan akan diskors, dan itu akan
membuat aku menjadi sedih. Sekali lagi pula Evan selamat. Berkat pembelaan dariku
yang meyakinkan apalagi musti ngotot
dengan Guru Bpku agar Evan tidak dihukum. Karena aku merupakan anak yang
berprestasi disekolah sehingga Guru BP pun percaya dan mau membebaskan Evan
dari hukuman. Sebagai siswa teladan dan berprestasi, tidak sombong nih aku,,
hehehe aku telah menyumbangkan 8 piala untuk sekolahanku dibidang ilmu
pengetahuan. Sampai Guru BP heran kenapa aku selalu membela Evan, padahal Guru BPku terkenal
galak dan sadis. Dengan caraku, aku bisa merobohkan dinding pertahanan Guru
Bpku itu. Alhasil aku bisa membuat Evan keluar dari hukuman. Meskipun ada
resikonya, dan akulah yang harus menanggungnya.
Itulah keistimewaanku,
cintanya Evan sudah begitu dalam masuk kedalam hatiku. Sehingga membuatku rela
melakukan apa saja, Ya apa saja untuk
membuat Evan bahagia. Bukan berarti aku itu bertampang jelek,, ye enak aja,
untuk masalah tampang aku ya,, lumayanlah, gak jelek-jelek, malah teman-temanku mengatakan kalo tampangku
diatas rata-rata diantara teman dikelasku. Dengan kepintaran yang aku miliki,
aku terlihat begitu dewasa sehingga banyak orang yang respect kepadaku. Kurang lebih begitu gambaran sedikit tentang
diriku.
Dikala aku merasa
jenuh dengan tingkah Evan, kadang aku juga berfikir kenapa aku gak berpacaran
saja dengan Arif, ketua Osis yang disegani karena wibawanya, begitu singkron
dengan namannya atau paling tidak seperti Rio, yang terkenal disiplin dan juga
pemimpin paskibraka, merupakan figure siswa terbaik disekolah. Atau mungkin juga seperti Dimas meski tidak
berprestasi paling tidak dia bukan siswa pembuat ulah. Huft.. pikiranku yang kalut
kadang berbicara jujur tapi entah mengapa aku begitu mudah memaafkan Evan.
Apakah cinta sejati seharusnya demikian?
Aku tak tahu, yang aku tahu aku memang mencintainya.
Aku bukanlah sosok malaikat
yang tidak pernah sakit hati karena ulah Evan, berkali-kali aku menahan sedihku
untuk tidak menangis, ketika aku harus melihat Evan bermesraan dengan cewek
lain. Tapi selang beberapa hari Evan akan membius diriku dengan membawakan
sebuah surat, ya,, sebuah surat.. tapi,
ini bukanlah surat cinta, seperti yang didapat
kebanyakan pasangan kekasih. Melainkan surat
yang aku terima adalah tugas-tugas hukumannya Evan, ya.. selalu aku mengerjakan.
Aku begitu bahagia ketika dia menghampiriku, telihat manis disaat dia memintaku untuk mengerjakan tugasnya. Walau sekali lagi, aku hanya mendapatkan ucapan terimakasih.
Buatku, itu sudah membuatku merasa bahagia dan bangga bisa membantu kekasihku.
Aku tidak pernah meminta imbalan apapun dari Evan, aku hanya ingin dia bisa
selamanya bersamaku. Entah apakah menurut orang lain itu merupakan suatu
kesenangan apa bukan. Aku sudah tidak perduli.
..#..
Minggu
ini aku sendiri lagi, ya.. ini bukanlah hal yang baru untukku. Hampir setaun
aku pacaran dengan Evan, tapi hanya satu bulan pertama saja dia rajin apel
(datang) kerumahku. Selebihnya aku bisa hitung dengan jari. Aku bisa memastikan
Evan kerumahku, hanya untuk memintaku mengerjakan tugas hukumannya. Mulai dari
membuat heboh kelas, dengan berantem sama kakak kelas, ketahuan nyontek waktu ulangan,
ngempesin ban sepeda motor murid lain. Pokoknya ada aja masalah yang dia buat.
Setelah itu Evan akan bilang kalo aku adalah pacar baik sambil memelukku
sebentar. Senang bagiku Evan masih menganggap aku sebagai pacarnya, bagiku itu
sudah cukup. Meski pun aku tidak pernah
tahu bagaimana pacaran yang sebenarnya.
..#..
Seusai
pelajaran ini, jam istirahat pertama yang membuat aku semakin malas mengikuti
pelajaran selanjutnya. Apalagi kantuk yang amat terasa. Tiba-tiba Sandra datang
mengaggetkanku dari arah samping tempat dudukku.
“Dhaar!!!”
Aku yang menikmati kantukku manjadi terbangun
gara-gara ulahnya
“Ngalamun
aja Re, ke kantin yuk” ajaknya
“Bukan
ngalamun tapi ngantuk San.. emnt loe mo naktir yak?” godaku sambil memainkan
alis mata
“yee
ngarep,, agak Lah.. oh ya BTW aku dapat
kabar lagi tentang Evan, dan ini hot news Re”
“Hmm
Apaan” jawabku sekenanya
“Ternyata
tepat seperti dugaanku. Evan main belakang thu ma kamu. Dia pacaran ma Nita.
Ini sudah menjadi perbincangan kali Re ma anak-anak lain. Udah jelas dia itu
gak baik Re buat kamu!!”
“Sekali aja dengerin
omongan aku kenapa seh Re?” imbuhnya kesel
Seperti biasanya responku hanya diam, bila berita
itu tentang Evan. Sandra bak loper koran buatku. Setiap berita terbaru yang dia
dapat langsung dia beritahu ke aku. Dan aku sebagai teman yang baik akan
mendengarkan setiap omongan Sandra temanku yang bawel ini. Seperti kemaren nih,
Sandra ngomongin Pak Herman tukang cukur yang berada disamping rumahnya.
Potongan cukurnya membuat dia heboh, yang katanya mirip lapangan sepak bola
indonesia . Gak rata. Hahaha.. kemarennya lagi dia ngomongin Tukang kebun
sekolah yang celananya sobek, karena gak bisa turun dari pohon kelapa, katanya
badannya kebesaran untuk menopang pohon kepalanya. Dan saat aku tanya apakah
dia melihatnya? Dia jawab gak sengaja. Hmm ada-ada aja yang diomongin Sandra
itu. Tapi masalahnya sekarang yang dia omongin tentang Evan yang membuat aku
menjadi males buat ngedengerinya. Tapi semakin aku menghindar Sandra malah
semakin menyudutkanku.
“Stop
San, ngomongin orang yang belum pasti thu dosa lho”
“Eh..
ini bukan belum pasti tapi emang udah pasti Re..”
“Iya
gitu?”
“Yailah
nie anak cuman bilang iya gitu doank? mang loe gak cemburu apa Re ma Evan? Loe
knp she sebegitu percayanya ma dia? Atau jangan-jangan loe kena pelet ya?
“Huush
pelet apaan coba, oh ya aku mo nemui Evan dulu ya,”
“Yah,
malah melarikan diri,,, gak jadi kekantin nih?”
“Gak!!”
jawabku sambil berlalu pergi
Aku baru tersadar tugas hukuman Evan yang dia
berikan kemaren belum dia ambil. Katanya gak sempat karena ada pertandingan
basket. Dan akulah yang harus mengantarkan buku tugasnya. Setelah aku datang
kekelasnya ternyata dia gak ada. Aku pun berinisiatif memberikan buku tugasnya nanti
saja.
Sepulang
sekolah aku berniat untuk menemuinya karena aku tahu dia selalu pulang
belakangan, dan aku gak tahu alasannya kenapa. Aku langkahkan kaki menuju
kelasnya Evan. Sesampainya dikelas Evan, aku terdiam.. terpaku.. melihat Evan
sedang berciuman dengan cewek lain. Dan cewek itu adalah Nita, yah seperti yang
Sandra tadi bilang. Aku masih terdiam melihatnya.. Kupegang erat buku tugasnya
Evan, sambil menguatkan kakiku biar gak terjatuh. Aku mencoba menegarkankan hatiku. Aku adalah
murid berprestasi, aku gak mau menangis karena pacarku selingkuh didepan
mataku. Apalagi menangis didepan Evan. Aku adalah wanita yang istimewa tak
perlu aku menangis..
Aku
menahannya sambil mengatur nafasku,,
Aku
memanggilnya..
“Van..”
Dia
terkejut mendengar suaraku, sambil melepaskan ciumannya dengan Nita. Aku
mendekatinya perlahan dengan kaki yang bergetar.
“Ini
tugasmu kemaren yang belum kamu ambil” aku menyerahkan bukunya ke Evan,
Seperti dia akan menahanku, dia menerima bukunya
dengan wajah diam dan agak kaku
“Ya
dah itu aja.. aku pulang dulu ya..” kataku lagi sambil tersenyum sekenanya
“Re..
makasih ya” jawab Evan dengan wajah
tertunduk
Aku kira dia akan meminta maaf karena ulahlah. Dan
tebakanku salah. Aku pun menjawabnya lirih..
“Iya,”
sambil kutundukkan kepalaku dan berlalu pergi meninggalkan Evan dan Nita.
Tak sempat aku menatap bagaimana reaksi wajah Nita
ketika aku datang. Aku hanya melihat Evan yang terlihat malu karena kaget. Aku
mencoba mengalah untuknya. Aku pun tidak
menuntut Evan untuk meminta kejelasan hubunganku dengannya. Karena aku sudah
mengetahuinya, hubungan ini sudah berakhir sebelum dia mengatakannya. Dulu aku
menganggap dia bisa berubah, karena bagiku Evan adalah seorang pahlawan. Dia
yang aku kagumi sejak SD, bagaimana dia selalu membelaku saat teman-teamnku
mengejek hingga membuatku menangis. Evan akan datang dan mengusir teman-teman
bandelku sambil menenangkan aku. Bahkan karena lamanya aku menangis, dia
menungguku sampai aku berhenti menangis dengan sendirinya karena kelelahan. Pernah
suatu ketika, aku jatuh dari sepeda karena belum terlalu bisa menaiki sepeda,
aku menangis sejadinya karena lututku sakit, dia menghampiriku, menenangkan aku
sambil menggendongku sampai kerumah. Dialah pahlawanku. Super hero yang selalu
hadir ketika aku ada masalah. Dan aku sangat bahagia ketika Evan menyatakan
cintanya kepadaku. Aku seperti bidadari yang sedang terbang kekahyangan. Merasa
begitu bahagia yang tak terkira. Itulah alasanku mengapa aku selalu membelanya
saat dia ada masalah. Selalu mengatakan
kepada Sandra kalo Evan adalah orang baik. Dan itu adalah alasanku
mencintainya. Tapi ternyata sosok pahlawan yang dulu aku puja dan aku kagumi
telah menghilang dari raganya. Aku seperti tersadar, bahwa pahlawanku, hanya
ada dimasa kecilku. Dia sudah pergi menjadi sosok yang begitu menakutkan. Dulu
aku kira aku tidak akan menangis lagi, karena kalo aku nangis Evan akan datang
sambil mengatakan kepadaku,
“ Anak baik itu gak
boleh cengeng”
Dia yang dulu selalu menenangkan aku saat aku
menangis, sekarang membuat aku menangis. Aku berjalan pulang sambil menangis.. aku benci hari ini.
..#..
Setelah kejadian siang
itu, aku tidak pernah ketemu dengan Evan. Dia juga tidak memintaku untuk
mengerjakan tugas hukuman yang biasa dia perbuat, atau mungkin dia juga sudah
tahu kalo aku juga gak mau lagi mengerjakan tugas hukumnnya lagi. Aku tak tahu.
Aku juga tidak mendengar kabar dari Sandra kalo dia membuat ulah. Atau mungkin
Nita sudah merubahnya, mungkin juga karena sudah kelas tiga. Aku semakin tidak
tahu. Kegiatan yang sekarang aku jalani pun terasa asing, dulu setiap malam aku
harus bergadang mengerjakan tugas-tugas hukuman dari Evan. Bahkan saking
banyaknya tugas aku ketiduran dimeja belajar menjadi hal yang biasa buatku.
Sekarang aku mulai tidur awal tanpa gangguan tugas dari Evan. Sambil
membiasakan diri dengan membiarkan Evan
pergi dengan semua ulahnya dari hari-hariku kemaren.
Aku tidak mengerti
kenapa dia berubah seperti itu. Dia tidak pernah bercerita dan curhat tentang
dirinya kepadaku. Yang aku tahu dia membuat ulah dan akulah yang membebaskan
hukumananya. Dan mulai sekarang aku parcaya dengan omongan Sandra bahwa Evan
gak baik untukku. Aku mengira cinta bisa mengerti dan memahami, ternyata aku
salah, cinta tidak bisa mengerti meski pun kita berkorban sekeras apapun itu,
akan terasa percuma kalo ternyata kita mencintai orang yang salah...
Klaten, 27 juli 2013
Milla
Sumber.
Millarossa.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar