NYANYIAN JANGKRIK KECIL
Seindah
malam saat ingin aku memandang. Hanya kerlipan bintang yang menemani sang dewi
malam. Terpesona takjub dalam irama jangrik-jangkrik kecil. Bernyanyi memuja
akan keelokannya, berdendang riang meski dia harus sembunyikan badan. Berharap
tiada yang tau siapa si pemuja kecil itu. Siapa pemilik suara-suara kecil yang
seakan ingin menitipkan salam untuknya. Benarkah disana dia juga mendengar?.
Mendengar suara dibalik gelapnya malam. Siapa yang akan memperdulikan. Orang
lebih senang memandang kerdipan bintang, terkagum akan keindahannya. Bukan pada
seekor jangkrik yang hanya membuat berisik..
Angin malam seakan menusuk
tulang-tulangku. Sesaat aku sadar, bangun dari lamunan yang telah jauh
membawaku terbang. Bukankah akulah Si Jangkrik yang selalu bernyanyi namun
tetap sembunyi. Bukannya malu tapi dia telah pasrah menerima takdir. “jangkrik
yang malang..” Gumanku pelan.
***O***
Kupandangi
diriku dalam cermin kecil yang menempel didinding kamar. Bagian sudutnya sudah
tidak rata, tapi aku suka. Itulah kesibukanku tiap malam, berdialog dengan
diriku sendiri, mencurahkan semua isi hati. Isi hatiku yang tak akan diketaui
orang lain. Terkunci rapat-rapat dalam hatiku. Tentang dia, ya.. tentang dia
yang sangat aku puja. Dialah rembulan malam yang menerangi kegelapanku. Dia
yang sangat tampan, dia yang begitu kharismatik, imaj lelaki pujaan setiap
wanita. Tak ada orang yang akan kagum melihatnya. Begitu juga diriku. Aku telah
masuk dalam bagian itu meski hanya yang paling kecil. Cukup, bagiku itu sudah
cukup. Memandang dia lewat, menanti kepulangannya. Bagiku itu telah
membahagiakan diriku. Itulah cinta yang aku miliki. Hanya pada dia saja. Hanya
dalam hati saja. Cukup aku nikmati dalam angan dan mimpi-mimpi disetiap
malamku.
***O***
Namanya
Bara. Aku tahu. Asalnya Karang Mojo. Akupun juga tahu. Daerah Wonosari, Gunung
Kidul. Bagian Jogja paling selatan. Ya.. dia bekerja didaerah Gedong Kuning
pada sebuah instansi perbankan swasta, sambil tetap kuliah.
Sekedar
aku tahu siapa dia. Tak ingin aku bertanya lebih lanjut.itu sudah cukup karena
aku tak ingin orang tahu tentang cintaku. Meski sebenarnya, aku juga seorang
wanita pada umumnya. Seorang yang ingin dicintai dan mencintai. Tapi, mungkin
aku tak pantas untuk itu apalagi untuk jatuh cinta atau lebih pasnya aku takut
patah hati. Cintaku memang begini. Meskipun aku berteriak keras toh dia tidak
akan perduli, karena aku sadar. Aku tak patut mendapatkan penghargaan itu.
Terlalu istimewa untukku. Ya.. begitu istimewa sedang yang aku inginkan
hanyalah sekedar biasa dan sederhana.
***O***
Sore yang
indah yang memancarkan cardik ayu. Sewangi padi menguning dalam biasan
lembayung senja. Cuaca alam memang tak mudah untuk diterka. Dalam sepi aku coba
meresapi. Meresapi kumpulan puisi dalam surat-surat bersmapul merah muda. Surat
yang tak bertuliskan nama tujuan dan pengirimnya. Surat yang mungkin tak akan
pernah sampai. Curahan hatiku yang tak akan pernah tertuju. Apalagi untuk
sekedar dia tahu. Ya.. hanya untuk Bara, tujuan hatiku.
Sesaat aku
tersentak melihat motor biru melintas didepanku. Kupandangi dia hingga masuk
kehalaman kostnya. Aku tersenyum, tersenyum bahagia. Seperti telah aku temukan
semangat hidupku yang sekian lama aku cari. Tapi mengapa hanya sekejap. Hanya
sebentar dan tiba-tiba saja menghilang seakan telah ada yang merampasanya dari
hatiku. Dia, ya.. Lina. Dialah yang merebutnya. Senyumku kembali mengembang.
Aku memang bodoh. Lina tak pernah merebut apapun dariku karena dia memang bukan
milikku. Itu yang kutahu. Tak tahu siapa dia. Tapi, aku merasa mereka begitu
dekat hingga aku tak berani mengusiknya atau sekedar menyapa. Oh, Jangkrik yang
kesepian.
***O***
Dalam dinginya hati
Biarkanlah aku bernyanyi
Meski iramanya begitu lirih
Ingin aku mempersembahkan
Hanya untuk takdir
Bersamanya ku sambut asa
Dalam kecilnya asa ini
Izinkanlah aku mencinta
Meski saat cinta aku temukan
Saat itu ingin aku lepaskan
Saat hati ingin berucap
Tapi hasrat ingin aku relakan..
Kututup rapat surat bersampul merah muda. Ini adalah surat terakhirku untuk
dia. Bersama ke-17 surat lainnya, aku persembahkan. Biarkan ikut larung bersama
ombak-ombak pantai Parangtritis. Disitu cintaku terhantut. Entah sampai kapan
kemana dan cinta ini tak akan ada ynag mengerti. Kupandangi gemuruh pantai yang
membawa pergi semua cinta. Semua kenanganku untuk Bara. Selamat tinggal cinta..
***O***
Air gerimis membasahi bibir pantai Parangtritis. Semakin
menderu gemuruh ombak, semakin bergejolak pula akan semangatku.
Saat ku lemparkan semua pandangan. Aku lihat senyum keriput bundaku. Dia
yang menantiku. Menanti anaknya pulang dari rantauan. Kembali ketanah Medan
dengan gelar sarjana. Dina Amelia,SE.
Bunda, tunggulah Dina. Tak akan aku sia-siakan penantianmu. Sesat asaku
meluap. Sebuah semangat untuk menyelesaikan skripsiku. Senyum bunda jauh lebih
berarti untukku dari apapun yng aku miliki.
Lihatlah jangkrik itu. Nyanyiannya telah begitu pelan,
pelan lalu menghilang. Rembulan dan bintang pun telang hilang berganti mentari
yang siap menerangi alam.
***END***
Jogja, 05
februari 2007
milla
Sumber.
millarossa.Blogspot.co.id
millarossa.Blogspot.co.id