.do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none; }

Jumat, 26 Juni 2015

SURAT UNTUK CINTA PERTAMA




https://estyriyani.files.wordpress.com/2011/06/20081211-coffee-mug2.jpg


Hai Jutek,
            Sudah sekian tahun kita tepisah, ingin rasanya kau kusapa dengan senyum termanis kebanggaanku hahaha..  Meski sudah tak bersama-sama salahkah aku demikian? Karna rindu bukan berarti harus saling memiliki kan? Ini ceritamu, cerita kita bersama yang ingin aku abadikan. Sekedar mengenang, sekalipun banyak sedihnya kau tetap manis untuk diceritakan.
            Kau pencuri hatiku, pencuri hariku, pencuri mimpiku. Selama tiga tahun kita bersama, kau tahu bagaimana susahnya aku melupakanmu. Kau pergi begitu saja, katamu kau tak mau kita berteman baik setelah putus, karna akan susah untuk melupakanku. Lalu kenapa harus meninggalkanku? Ya aku tahu alasanmu, tapi tak bisakah kau menungguku? Tapi rasanya percuma. Dan aku bisa apa, sekeras apapun aku meyakinkanmu rasanya percuma kalo kau tak ada niatan untuk bersama.
            Kita dulu tinggal satu kota, tapi karena kesibukan pekerjaanmu yang menyita harimu. Kita jarang bertemu, aku tak mempermasalahkan itu. Layaknya di film ‘Her’ kita menjalani hari seperti itu. Dihabiskan lewat telepon seluler setiap hari, ya memang seperti itu. kau bahkan seperti Scarlett johansson, kau bernyanyi untukku ditengah malam. Kuakui suaramu memang bagus, kau dulu mantan personel band. Meski kau jutek, galak, disini kau lebih sweet dari makanan terang bulan yang kau kesukaanmu. 


Aku menyukaimu, menyukai hubungan ini. Tanpa bisa aku jelaskan lebih detail. Aku benar-benar menyukainya. Kau yang selalu bercerita dengan duniamu, walau aku tak tau pasti siapa orang yang kau ceritakan itu. Ini sulit kuperjelas. Karna aku sudah membuangnya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk move on dan bahagia. Meskipun berkali-kali gagal, aku tetap mencobanya. Seperti aku mempertahankanmu dulu meski hasilnya sia-sia. Setidaknya aku pernah berusaha.

            Jutek.. ini sulit aku lalui. Berapa lama patah hati ini aku jalani. Tapi beban ini tak seberat harimu bukan? Karna aku tahu kau sudah berbahagia. Dengan wanita pilihanmu, kau putuskan untuk berkeluarga. Tentu aku mendoakan yang terbaik untuk hidup barumu. Selagi aku berdoa pula untuk hidupku agar aku bisa menemukan penggantimu. Mencoba ikhlas itulah yang aku terus upayakan.
            Sama seperti mencintaimu, aku butuh waktu mungkin lebih lama dari dirimu untuk menyembuhkan lukaku.Untuk membiasakan diri tanpa dirimu. Meski harapan-harapan mimpi berusaha memaksamu kembali. Aku nggak mau berlarut sedih seperti ini. Ini sudah jauh aku lalui. Waktunya untuk mencari pengganti, aku berharap itu seperti dirimu. Aku selalu membandingkan, begitu banyak pertimbangan. Hingga aku menyesal, aku tak boleh demikian. Karna nasib orang bisa ditentukan, tanpa perlu membandingkan.

            Jutek.. aku tak mau mengingatmu terlalu lama. Akan menyiksa. Aku tak mau merindu terbalut luka. Mungkin mimpi tak harus sejalan dengan kenyataan. Itulah yang aku coba terima sekian waktu ini. Cukup untukku mengerti bahwa kaulah kebanggaan dalam percintaanku. Itu saja.  Semoga cinta bisa mengenang kita, seperti aku mengenangmu. Sebagai masalalu pendewasaanku.

Salam rinduku ,
Pengenangmu


MiLA
  
             
           
             

Kamis, 21 Mei 2015

The Broken Journey (Part 2)





Lanjutan cerita dari Muhammad Hanif Al-Basyar (@Mhmmdnhniff dari blog: siluetsorehari.blogspot.com 
---

Maafkan Aku, Dik...


Dinginnya pagi terasa menusuk-nusuk badanku. Memaksaku untuk bangun. Ini hari kedua kami tersesat di Gunung Gede. Aku terkulai lemas. Kaki kiriku mati rasa, tidak bisa digerakkan. Aku menahan tangisku agar tidak terdengar. Ini sungguh sakit.

Aku kasihan melihat Sekar. Adikku itu masih tertidur pulas di sebelahku. Untunglah dia membawa jaket tebal yang cukup menghangatkan badannya. Namun aku mencemaskan nasib adikku. Ini salahku. Aku ingin memberikan kesenangan pada adikku, karena ini pertama kalinya dia naik gunung. Tetapi, dia malah harus merawatku.

Seolah nasib burukku belum usai setelah peristiwa yang terjadi sebelumnya. Aku masih belum sembuh dari patah hati karena Riyan, mantan pacarku. Ia memintaku untuk menikah dengannya. Sedangkan usia kami masih terlalu muda. Aku belum siap untuk menikah. Aku berusaha memberikan pengertian kepadanya agar mau menunggu sampai kami selesai kuliah dan mendapatkan pekerjaan. Saat usia kami sudah matang dan siap menjalani rumah tangga. Aku pikir, waktu itu dia bisa mengerti. Nyatanya, dia memilih untuk mengakhiri hubungan kami. Setahun kemudian, Riyan menikah dengan perempuan lain. Sakit rasanya hatiku bila mengingat itu.

Suara ribut di luar tenda merusak lamunan sedihku. Sekar pun ikut terbangun.
"Bekal makanan kita habis!" Kulihat Hanif berdiri lesu di depan tenda.
"Bagaimana ini? Aku mau pulang!" seru Mega. Ia menerobos keluar dari tenda kami.
"Tenanglah. Kita pasti bisa pulang," ujar Hanif, mencoba menghibur Mega.

Namun, aku tetap khawatir. Jika kami di sini terus, kami yang sudah kehabisan makanan malah tidak bisa turun karena tenaga yang berkurang.

Sekar memeriksa badanku yang mulai mengigil karena demam. Aku sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi pada diriku nanti. Aku hanya bisa berdoa semoga kami bisa pulang. Dan bisa bertemu dengan keluarga kami yang telah menunggu di rumah.

"Kak Mila, kakimu tambah bengkak!" seru Sekar.
"Nggak apa-apa, Dek. Kakak akan sembuh dan kita akan pulang ke rumah." Aku berusaha menguatkannya agar tidak khawatir.
"Aku kasih balsem lagi ya, Kak. Biar kaki Kakak lebih hangat."
"Dek.. bilang ke Kak Hanif, kita lanjutkan perjalanan saja. Kakak kuat kok."
Setidaknya, aku akan berusaha untuk terus berjalan, agar kami tidak tersesat terlalu lama. Aku tidak mau mereka semakin khawatir kepadaku.

Sebelum tengah hari, kami memutuskan melanjutkan perjalanan. Hanif dan Rama melipat tenda. Aku berusaha dengan gigih untuk berjalan, dibantu Sekar dan Mega. Bekal makanan kami ada yang bisa diselamatkan, tetapi cuma sedikit.

Aku masih sempat memperhatikan perasaan canggung Mega yang berusaha menghindari Rama selama perjalanan. Aku pernah mengalaminya. Perasaan aneh setelah putus cinta. Rama dan Mega pernah berpacaran, lalu putus. Dan sekarang, mereka berada dalam satu tempat. Ini pasti sulit.

Hanif memimpin kami. Ia berjalan di depan, memilih jalan yang tidak begitu curam, agar aku bisa melewati medannya. Rama yang tidak sabaran melihat kondisiku seperti itu, berusaha membujuk Hanif untuk berhenti.
"Kak Hanif, kalian tunggulah di sini. Aku akan mencari bantuan. Kasihan Mila..."
"Rama, please sabar. Kita memang tersesat. Tapi percaya sama aku. Kita semua akan menemukan jalur turun."
Tanpa menghiraukan Rama, Hanif berlalu. Rama menoleh pada Mega, ingin memastikan apakah dia juga mendengar percakapannya dengan Hanif. Tetapi, kelihatannya tidak.

Hari mulai gelap. Kami sudah berjalan berjam-jam dan masih berputar-putar di tempat yang sama. Kami lapar dan kedinginan. Dedaunan sudah mulai basah akibat kabut gunung yang turun, menghalangi pandangan kami. Aku menggigil. Langkahku mulai tertatih, napasku pun terengah-engah. Pandangan mataku kabur. Kakiku lemas. Aku menarik tangan adikku.

"Tunggu...," bisikku.

 Lalu semuanya gelap.

 ---

Ditulis untuk Lomba Cerita Berantai Love Cycle Gagasmedia dari #TimPatahHati

Simak kelanjutan ceritanya di sweetwinterclo.blogspot.com oleh Mega Fradina (@fradinaclo)