.do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none; }

Senin, 31 Desember 2012

Sunyi


NYANYIAN JANGKRIK KECIL 


          Seindah malam saat ingin aku memandang. Hanya kerlipan bintang yang menemani sang dewi malam. Terpesona takjub dalam irama jangrik-jangkrik kecil. Bernyanyi memuja akan keelokannya, berdendang riang meski dia harus sembunyikan badan. Berharap tiada yang tau siapa si pemuja kecil itu. Siapa pemilik suara-suara kecil yang seakan ingin menitipkan salam untuknya. Benarkah disana dia juga mendengar?. Mendengar suara dibalik gelapnya malam. Siapa yang akan memperdulikan. Orang lebih senang memandang kerdipan bintang, terkagum akan keindahannya. Bukan pada seekor jangkrik yang hanya membuat berisik..
Angin malam seakan menusuk tulang-tulangku. Sesaat aku sadar, bangun dari lamunan yang telah jauh membawaku terbang. Bukankah akulah Si Jangkrik yang selalu bernyanyi namun tetap sembunyi. Bukannya malu tapi dia telah pasrah menerima takdir. “jangkrik yang malang..” Gumanku pelan.

***O***
         
          Kupandangi diriku dalam cermin kecil yang menempel didinding kamar. Bagian sudutnya sudah tidak rata, tapi aku suka. Itulah kesibukanku tiap malam, berdialog dengan diriku sendiri, mencurahkan semua isi hati. Isi hatiku yang tak akan diketaui orang lain. Terkunci rapat-rapat dalam hatiku. Tentang dia, ya.. tentang dia yang sangat aku puja. Dialah rembulan malam yang menerangi kegelapanku. Dia yang sangat tampan, dia yang begitu kharismatik, imaj lelaki pujaan setiap wanita. Tak ada orang yang akan kagum melihatnya. Begitu juga diriku. Aku telah masuk dalam bagian itu meski hanya yang paling kecil. Cukup, bagiku itu sudah cukup. Memandang dia lewat, menanti kepulangannya. Bagiku itu telah membahagiakan diriku. Itulah cinta yang aku miliki. Hanya pada dia saja. Hanya dalam hati saja. Cukup aku nikmati dalam angan dan mimpi-mimpi disetiap malamku.

***O***

          Namanya Bara. Aku tahu. Asalnya Karang Mojo. Akupun juga tahu. Daerah Wonosari, Gunung Kidul. Bagian Jogja paling selatan. Ya.. dia bekerja didaerah Gedong Kuning pada sebuah instansi perbankan swasta, sambil tetap kuliah.
          Sekedar aku tahu siapa dia. Tak ingin aku bertanya lebih lanjut.itu sudah cukup karena aku tak ingin orang tahu tentang cintaku. Meski sebenarnya, aku juga seorang wanita pada umumnya. Seorang yang ingin dicintai dan mencintai. Tapi, mungkin aku tak pantas untuk itu apalagi untuk jatuh cinta atau lebih pasnya aku takut patah hati. Cintaku memang begini. Meskipun aku berteriak keras toh dia tidak akan perduli, karena aku sadar. Aku tak patut mendapatkan penghargaan itu. Terlalu istimewa untukku. Ya.. begitu istimewa sedang yang aku inginkan hanyalah sekedar biasa dan sederhana.

***O***

          Sore yang indah yang memancarkan cardik ayu. Sewangi padi menguning dalam biasan lembayung senja. Cuaca alam memang tak mudah untuk diterka. Dalam sepi aku coba meresapi. Meresapi kumpulan puisi dalam surat-surat bersmapul merah muda. Surat yang tak bertuliskan nama tujuan dan pengirimnya. Surat yang mungkin tak akan pernah sampai. Curahan hatiku yang tak akan pernah tertuju. Apalagi untuk sekedar dia tahu. Ya.. hanya untuk Bara, tujuan hatiku.
          Sesaat aku tersentak melihat motor biru melintas didepanku. Kupandangi dia hingga masuk kehalaman kostnya. Aku tersenyum, tersenyum bahagia. Seperti telah aku temukan semangat hidupku yang sekian lama aku cari. Tapi mengapa hanya sekejap. Hanya sebentar dan tiba-tiba saja menghilang seakan telah ada yang merampasanya dari hatiku. Dia, ya.. Lina. Dialah yang merebutnya. Senyumku kembali mengembang. Aku memang bodoh. Lina tak pernah merebut apapun dariku karena dia memang bukan milikku. Itu yang kutahu. Tak tahu siapa dia. Tapi, aku merasa mereka begitu dekat hingga aku tak berani mengusiknya atau sekedar menyapa. Oh, Jangkrik yang kesepian.

***O***

Dalam dinginya hati
Biarkanlah aku bernyanyi
Meski iramanya begitu lirih
Ingin aku mempersembahkan
Hanya untuk takdir
Bersamanya ku sambut asa

Dalam kecilnya asa ini
Izinkanlah aku mencinta
Meski saat cinta aku temukan
Saat itu ingin aku lepaskan
Saat hati ingin berucap
Tapi hasrat ingin aku relakan..

          Kututup rapat surat bersampul  merah muda. Ini adalah surat terakhirku untuk dia. Bersama ke-17 surat lainnya, aku persembahkan. Biarkan ikut larung bersama ombak-ombak pantai Parangtritis. Disitu cintaku terhantut. Entah sampai kapan kemana dan cinta ini tak akan ada ynag mengerti. Kupandangi gemuruh pantai yang membawa pergi semua cinta. Semua kenanganku untuk Bara. Selamat tinggal cinta..

***O***

          Air gerimis membasahi bibir pantai Parangtritis. Semakin menderu gemuruh ombak, semakin bergejolak pula akan semangatku.
Saat ku lemparkan semua pandangan. Aku lihat senyum keriput bundaku. Dia yang menantiku. Menanti anaknya pulang dari rantauan. Kembali ketanah Medan dengan gelar sarjana. Dina Amelia,SE.
Bunda, tunggulah Dina. Tak akan aku sia-siakan penantianmu. Sesat asaku meluap. Sebuah semangat untuk menyelesaikan skripsiku. Senyum bunda jauh lebih berarti untukku dari apapun yng aku miliki.
          Lihatlah jangkrik itu. Nyanyiannya telah begitu pelan, pelan lalu menghilang. Rembulan dan bintang pun telang hilang berganti mentari yang siap menerangi alam.






***END***





Jogja, 05 februari 2007

milla



Sumber.
millarossa.Blogspot.co.id